Kampung
ini secara administratif berada di wilayah Desa Neglasari, Kecamatan Salawu,
Kabupaten Tasikmalaya, Provinsi Jawa Barat. Kampung yang mempunyai luas 1,5
Hektare mempunyai batas wilayah yakni, di sebelah Barat Kampung Naga dibatasi
oleh hutan keramat karena di dalam hutan tersebut terdapat makam leluhur
masyarakat Kampung Naga. Di sebelah selatan dibatasi oleh sawah-sawah penduduk,
dan di sebelah utara dan timur dibatasi oleh Ci Wulan (Kali Wulan) yang sumber
airnya berasal dari Gunung Cikuray di daerah Garut.
Kampung
yang masih menjaga keaslian budayanya ini disebut kampung naga karena asal mula
katanya yaitu “Nagawir” yang dalam bahasa Indonesianya berarti “Tebing”.
Sekeliling kampung ini memang dikelilingi tebing namun disana belum pernah terjadi
tanah longsor, banjir saat hujan meskipun kampung tersebut dekat sekali dengan
sungai ataupun kekeringan air saat kemarau, ini desebabkan karena warga kampung
naga menjaga alamnya. Mereka percaya bahwa jikalau kita bersahabat dan menjaga
alam, alampun akan bersahabat dan menjaga kita.
Kampung
naga memiliki 113 bangunan termasuk didalamnya balai dan masjid, dengan jumlah
penduduk ±
314 yang terdiri dari 108 Kepala Keluarga (KK). Mata pencaharian warga kampung
naga diantaranya bertani, berternak, kuli bangunan, menghasilkan dan menjual
kerajinan dari bambu ataupun menjual makanan ringan.
Kampung
naga menganut dua unsur pemerintahan yaitu formal (kepala RT) dan non formal (
kuncen atau pemangku adat). Ketua adat atau disebut kuncen, dalam beberapa hal tunduk
kepada ketua RT terutama dalam hal yang menyangkut kehidupan sehari-hari yaitu
yang berhubungan dengan sistem pemerintahan desa. Sedangkan ketua RT juga
tunduk kepada ketua adatnya di dalam kehidupan yang berhubungan dengan adat
istiadat dan kehidupan kerohanian masyarakat.
Ada enam Upacara adat yang dilaksanakan di kampung
naga dalam setahunnya, yaitu:
1.
Bulan Muharram yaitu memperingati tahun
baru Islam, diadakan pada akhir bulan Muharam
2.
Bulan Rabiul Awal
3.
Jumadil Akhir (pertengahan tahun)
4.
Nisfu Sya’ban (Ruah)
5.
Syawal
(setelah lebaran)
6.
Dzul Hijjah- Iedul Adha
Selain kuncen, adapula pemerintah yang termasuk non
formal yaitu:
1. Leber:
adalah pemangku adat yang berfungsi sebagai pemandu jenazah dan juru doa ketika
ada sesorang yang meninggal dunia.
2. Punduh:
orang yang mengayomi warga kampung naga
Pendidikan
Dalam mengenyam pendidikan, warga
kampung naga belum ada yang mengenyam bangku perkuliahan, mereka mengecap
bangku pendidikan hanya samapai SMP bahkan paling tertinggi saja hanya SLTA. Dan
banyak yang putus sekolah. Kondisi ini dipengaruhi oleh kurangnya biaya yang
mereka miliki.
Moderenisasi
dan Globalisasi
Semua manusia pasti berkembang dan
mengalami perubahan begitu juga suku kampung naga, mereka merasakan dampak
globalisasi dan moderenisasi, seperti pengamatan saya kemarin banyak warga
kampung naga yang sudah memiliki TV, DVD dan alat alat yang dapat menjadikan
pekerjaan warga kampung naga lebih cepat dan praktis. Alat-alat TV, DVD
dinyalakan dengan aki. Disana listrik tidak ada. Bentuk rumah masyarakat
Kampung Naga harus panggung, bahan rumah dari bambu dan kayu. Atap rumah harus
dari daun nipah, ijuk, atau alang-alang, lantai rumah harus terbuat dari bambu
atau papan kayu. Rumah harus menghadap kesebelah utara atau ke sebelah selatan
dengan memanjang kearah Barat-Timur. Dinding rumah dari bilik atau anyaman
bambu dengan anyaman sasag. Rumah tidak boleh dicat, kecuali dikapur atau
dimeni. Bahan rumah tidak boleh menggunakan tembok, walaupun mampu membuat
rumah tembok atau gedung (gedong). Warga kampung naga tidak takut walaupun ada
gempa. Karena bangunan yang mereka bangun sudah seperti manusia yang mempunyai
kepala, tangan, badan dan kaki jadi meskipun ada gempa besar mereka tidak takut
bangunannya runtuh.
Warga
kampung naga memiliki tiga factor kekhawatiran:
1. Bangunan
dari alam
2. Kesederhanaan
3. Gotong
royong
Tidak ada komentar:
Posting Komentar